Hasil Konstatering Ungkap Ketidaksesuaian Objek, PN Pelalawan Tegaskan: Objek Bisa Dinyatakan Non-Eksekutabel

Hasil Konstatering Ungkap Ketidaksesuaian Objek, PN Pelalawan Tegaskan: Objek Bisa Dinyatakan Non-Eksekutabel

Ket. Photo: Humas PN Pelalawan Dedi Alnando SH MH

PELALAWAN-KABAR KOMPAS.ID

Polemik perkara perdata nomor 69/Pdt.G/2023/PN Plw kembali menggelayuti Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan. Setelah dilaksanakannya konstatering atau pencocokan objek eksekusi di lapangan pada Jumat (24/10/2025), muncul temuan mengejutkan: objek tanah yang hendak dieksekusi diduga tidak memiliki sepadan yang cocok dengan amar putusan pengadilan.

Ketua PN Pelalawan, Dr. Andry Simbolon, SH., MH., melalui Humas PN Pelalawan, Dedi Alnando, SH., MH., menegaskan bahwa proses berita acara konstatering masih berjalan di Panitera dan belum bersifat final.

“Berita acara konstatering masih dalam proses di Panitera, masih berproses. Namun, apabila ada para pihak yang merasa dirugikan, baik pemohon maupun termohon atau pihak lainnya, silakan menempuh upaya hukum yang tersedia,” ujar Dedi Alnando kepada awak media, Rabu (29/10/2025).

Lebih lanjut, Dedi menegaskan bahwa Pengadilan Negeri Pelalawan berkomitmen menjalankan setiap tahapan konstatering secara independen, objektif, dan transparan.

“Seluruh proses konstatering dilakukan berdasarkan fakta di lapangan. Jika dari hasil konstatering ditemukan ketidaksesuaian antara objek amar putusan dengan kondisi lapangan, maka objek tersebut bisa dinyatakan non-eksekutabel atau tidak dapat dieksekusi,” tegasnya.

Menurutnya, dalam praktik peradilan, putusan pengadilan tidak dapat dilaksanakan secara paksa apabila objek perkara ternyata berbeda dengan yang termuat dalam amar putusan. “Kalau objeknya berbeda, maka tidak bisa dilakukan eksekusi riil,” tegas Dedi.

Dalam pelaksanaan konstatering di lapangan, tim menemukan fakta baru yang cukup krusial, disaksikan media. Sejumlah pihak ketiga ternyata menguasai sebagian lahan yang menjadi objek perkara, padahal mereka tidak termasuk dalam gugatan awal.

Pihak-pihak yang tercatat antara lain:
Liner Manurung, pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) tahun 2017 yang diterbitkan oleh BPN Pelalawan. Sriandi Sitorus, pemegang Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) tahun 2018 yang diterbitkan oleh Kelurahan Pangkalan Kerinci Timur. Matius Ampera Lumban Gaol, pembeli sah dari Auguster Sinaga, SE., berdasarkan akta jual beli tertanggal 11 Desember 2023.

Temuan tersebut menjadi indikasi kuat bahwa sebagian objek sengketa telah dikuasai pihak lain yang sah secara hukum, dan dapat berimplikasi besar terhadap status eksekusi perkara.

Kuasa Hukum Termohon Eksekusi, Hendri Siregar, SH, menegaskan bahwa hasil konstatering menunjukkan objek tanah yang hendak dieksekusi tidak memiliki sepadan yang cocok dengan dokumen tanah milik pemohon.

“Berdasarkan hasil konstatering di lapangan, tidak ada satu pun batas tanah yang sesuai dengan surat tanah milik Pemohon Eksekusi. Fakta ini harus dicatat dalam Berita Acara Konstatering secara benar,” ujarnya.

Hendri menilai, Berita Acara Konstatering harus mencerminkan fakta aktual di lapangan, bukan hasil tafsir atau data yang menyimpang. “Jika Berita Acara dibuat tidak sesuai fakta, itu pelanggaran serius terhadap asas keadilan dan bisa berujung pada konsekuensi hukum pidana,” tegasnya.

Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat resmi bernomor 010/HMS/X/2025 kepada PN Pelalawan sebagai peringataPeringatan Tegas: Jangan Lanjutkan Eksekusi Sebelum Fakta Jelas.

Lebih jauh, Hendri mengingatkan agar PN Pelalawan tidak melanjutkan eksekusi riil sebelum memastikan bahwa hasil konstatering benar-benar sesuai dengan fakta di lapangan.

“Jika eksekusi tetap dijalankan tanpa dasar konstatering yang valid, maka akan ada konsekuensi hukum atas tindakan tersebut. Kami siap menempuh jalur hukum dan melapor ke Kepolisian apabila ditemukan manipulasi dokumen resmi,” tegasnya.

Dalam hukum acara perdata, konstatering merupakan tahapan krusial untuk memastikan bahwa objek sengketa benar-benar sesuai dengan amar putusan pengadilan. Apabila ditemukan ketidaksesuaian, tumpang tindih hak, atau penguasaan pihak ketiga, maka objek perkara dapat dinyatakan non-eksekutabel alias tidak bisa dieksekusi secara paksa.

Kasus ini kini menjadi sorotan publik di Kabupaten Pelalawan, mengingat menyangkut keabsahan batas tanah, hak kepemilikan, dan integritas dokumen pengadilan. Masyarakat menanti kejelasan hasil akhir dari Berita Acara Konstatering yang hingga kini masih dalam proses di Panitera PN Pelalawan. ***